Jumat, 22 Februari 2013

Perkotaan dan Ciri-Cirinya


Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar. Akan tetapi kenyataannya di perkotaan juga masih banyak terdapat beberapa kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang becak, tukang sapu jalanan, pemulung sampai pengemis. Dan bila kita telusuri masih banyak juga terdapat perkampungan-perkampungan kumuh tidak layak huni.
Max Weber berpendapar bahwa “suatu tempat adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan oleh penduduk dari pedalaman dan dijualbelikan di pasar itu. Jadi menurut Max Weber, ciri kota adalah adanya pasar, dan sebagai benteng, serta mempunyai sistem hukum dan lain-lain tersendiri, dan bersifat kosmopolitan. Berbeda dengan Karl Marx dan F.Engels, Karl Marx dan F.Engels memandang kota sebagai “persekutuan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat-alat produksi dan alat-alat yang diperlukan agar anggota masing-masing dapat mempertahankan diri”. Perbedaan antara kota dan pedesaan menurut mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan rohani dan materi.
Berikut merupakan ciri-ciri umum masyarakat kota:
1. Pengaruh alam terhadap masyarakat kota kecil
2. Mata pencahariannya sangat beragam sesuai dengan keahlian dan ketrampilannya.
3. Corak kehidupan sosialnya bersifat gessel schaft (patembayan), lebih individual dan kompetitif.
4. Keadaan penduduk dari status sosialnya sangat heterogen
5. Stratifikasi dan diferensiasi sosial sangat mencolok. Dasar stratifikasi adalah pendidikan, kekuasaan, kekayaan, prestasi, dll.
6. Interaksi sosial kurang akrab dan kurang peduli terhadap lingkungannya. Dasar hubungannya adalah kepentingan.
7. Keterikatan terhadap tradisi sangat kecil
8. Masyarakat kota umumnya berpendidikan lebih tinggi, rasional, menghargai waktu, kerja keras, dan kebebasan
9. Jumlah warga kota lebih banyak, padat, dan heterogen
10. Pembagian dan spesialisasi kerja lebih banyak dan nyata
11. Kehidupan sosial ekonomi, politik dan budaya amat dinamis, sehingga perkembangannya sangat cepat
12. Masyarkatnya terbuka, demokratis, kritis, dan mudah menerima unsur-unsur pembaharuan.
13. Pranata sosialnya bersifat formal sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku
14. Memiliki sarana prasarana dan fasilitas kehidupan yang sangat banyak.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu : 
• Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
• Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain  (Individualisme).
• Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
• Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
• Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
• Perubahan-perubahan tampak nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
Beberapa macam karateristik masyarakat kota:
1. Anonimitas
Kebanyakan warga kota menghabiskan waktunya di tengah-tengah kumpulan manusia yang anonim.Heterogenitas kehidupan kota dengan keaneka ragaman manusianya yang berlatar belakang kelompok ras, etnik, kepercayaan, pekerjaan, kelas sosial yang berbeda-beda mempertajam suasana anonim.
2. Jarak Sosial
Secara fisik orang-orang dalam keramaian, akan tetapi mereka hidup berjauhan.
3. Keteraturan
Keteraturan kehidupan kota lebih banyak diatur oleh aturan-aturan legal rasional. (contoh: rambu-rambu lalu lintas, jadwal kereta api, acara televisi, jam kerja, dll)
4. Keramaian (Crowding)
Keramaian berkaitan dengan kepadatan dan tingginya tingkat aktivitas penduduk kota. Sehingga mereka suatu saat berkerumun pada pusat keramaian tertentu yang bersifat sementara (tidak permanen).
5. Kepribadian Kota
Sorokh, Zimmerman, dan Louis Wirth menyimpulkan bahwa kehidupan kota menciptakan kepribadian kota, materealistis, berorientasi, kepentingan, berdikari (self sufficient), impersonal, tergesa-gesa, interaksi social dangkal, manipualtif, insekuritas (perasaan tidak aman) dan disorganisasi pribadi.

Ciri-Ciri Pedesaan

Desa dalam pengertian umum adalah permukiman manusia di luar kota yang penduduknya berjiwa agraris. Dalam keseharian disebut kampung, sehingga ada istilah pulang ke kampung atau kampung halaman. Desa adalah bentuk kesatuan administratif yang disebut kelurahan. Lurahnya kepala desa. Desa di luar kota dengan lingkungan fisisbiotisnya, adalah gabungan dukuh. Dukuh mewujudkan unit geografis yang tersebar seperti pulau di tengah persawahan atau hutan. Desa di Jawa Barat disebut kampung. Gampong di Aceh, huta di Tapanuli, nagari di Sumatera Barat, marga di Sumatera Selatan, wanus di Sulawesi Utara, dan dusun dati di Maluku. Desa menurut definisi Bintarto, adalah perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur geografis, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang ada di sana dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain.
Desa, dalam definisi lainnya, adalah suatu tempat atau daerah di mana penduduk berkumpul dan hidup bersama, menggunakan lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan kehidupan mereka. Desa adalah pola permukiman yang bersifat dinamis, di mana para penghuninya senantiasa melakukan adaptasi spasial dan ekologis sederap kegiatannya berpangupajiwa agraris. Desa dalam arti administratif, menurut Sutardjo Kartohadikusumo, adalah suatu kesatuan hukum di mana sekelompok masyarakat bertempat tinggal dan mengadakan pemerintahan sendiri.
Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbale balik dengan daerah lain.
Beberapa orang ahli memberikan ciri-ciri dari pedesaan, diantaranya:
1. Menurut Roucek – Warren :
• Kelompok primer merupakan kelompok dominan
• Hubungan antar warga bersifat akrab dan awet
• Homogen dalam berbagi aspeknya
• Mobilitas sosial rendah
• Keluarga lebih dilihat fungsinya secara ekonomis sebagai unit produksi
• Proporsi anak lebih besar
2. Menurut Talcott Parson :
• Afektifitas : Hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan, dan kemesraan. Wujudnya berupa sikap tolong menolong terhadap orang lain.
• Orientasi kolektif : meningkatkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak (enggan) berbeda pendapat
• Partikularisme : semua hal yang berhubungan dengan apa yang khusus untuk tempat atau daerah tertentu saja, perasaan subjektif, rasa kebersamaan
• Askripsi : berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang disengaja, tetapi lebih merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keharusan
• Kekaburan (Diffusenses) : sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antarpribadi, tanpa ketegasan yang dinyatakan secara eksplisit (tidak to the point).
3. Menurut Soerjono Soekanto :
• Kehidupan masyarakat sangat erat dengan alam
• Kehidupan petani sangat bergantung pada musim
• Desa merupakan kesatuan sosial dan kesatuan kerja
• Struktur perekonomian bersifat agraris
• Hubungan antar anggota masyarakat desa berdasar ikatan kekeluargaan
• Perkembangan sosial relatif lambat
• Kontrol sosial ditentukan oleh moral dan hukum informal
• Norma agama dan adat masih kuat

Secara umum, ciri-ciri pedesaan adalah sebagai berikut:
1. Letaknya relatif jauh dari kota dan bersifat rural
2. Lingkungan alam masih besar peranan dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat pedesaan
3. Mata pencaharian bercorak agraris dan relatif homogen (bertani, beternak, nelayan, dll)
4. Corak kehidupan sosialnya bersifat gemain schaft (paguyuban dan memiliki community sentiment yang kuat)
5. Keadaan penduduk (asal-usul), tingkat ekonomi, pendidikan dan kebudayaannya relatif homogen.
6. Interaksi sosial antar warga desa lebih intim dan langgeng serta bersifat familistik
7. Memiliki keterikatan yang kuat terhadap tanah kelahirannya dan tradisi-tradisi warisan leluhurnya
8. Masyarakat desa sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebersamaan / gotong royong kekeluargaan, solidaritas, musyawarah, kerukunan dan kterlibatan social.
9. Jumlah warganya relatif kecil dengan penguasaan IPTEK relatif rendah, sehingga produksi barang dan jasa relatif juga rendah
10. Pembagian kerja dan spesialisasi belum banyak dikenal, sehingga deferensiasi sosial masih sedikit
11. Kehidupan sosial budayanya bersifat statis, dan monoton dengan tingkat perkembangan yang lamban.
12. Masyarakatnya kurang terbuka, kurang kritis, pasrah terhadap nasib, dan sulit menerima unsur-unsur baru
13. Memiliki sistem nilai budaya (aturan moral) yang mengikat dan dipedomi warganya dalam melakukan interaksi sosial. Aturan itu umumnya tidak tertulis
14. Penduduk desa bersifat konservatif, tetapi sangat loyal kepada pemimpinnya dan menjunjung tinggi tata nilai dan norma-norma yang berlaku.

Jumat, 11 Januari 2013

Ilmu Pengetahuan Sosial

A. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa pendidikan ilmu sosial adalah pendidikan mengenai disiplin-disiplin ilmu sosial. Pendidikan ilmu sosial dapat diartikan sebagai pendidikan memperkenalkan konsep, generalisasi, teori, cara berfikir, dan cara bekerja berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial. Untuk pendidikan ilmu yang demikian maka diadakan pemilihan terhadap apa yang harus dipelajari. Pemilihan itu dilakukan terhadap ruang lingkup materi yang harus dipeljarai siswa. Dasar pemilihan materi tersebut adalah kedudukan materi yang akan diajarkan dalm suatu disiplin ilmu, bentuk pendidikan ilmu sosial yang dikehendaki, dan pertimbangan pendidikan mengenai tujuan dan fungsi suatu lembaga pendidikan. Dalam pertimbangan pendidikan ini termasuk di dalamnya pertimbangan mengenai perkembangan peserta didik, perkembangan dalam teori belajar dan proses belajar, arah politik, kondisi sekolah, dan lingkungan sosial budaya dimana suatu lembaga pendidikan berada. Disiplin ilmu-ilmu sosial tetap merupakan sumber utama materi kurikulum pendidikan ilmu-ilmu sosial. Materi-materi tersebut dapat dikembangkan dari aspek substantif disiplin ilmu dan juga dari aspek metodologis disiplin ilmu. Materi yang dipilih materi kurikulum sangat ditentukan oleh bentuk pendidikan ilm u-ilmu sosial yang digunakan.
Bentuk yang dapat digunakan untuk pendidikan ilmu sosial adalah bentuk integratif. Dalam bentuk ini dikenal ada satu disiplin ilmu sosial yang dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam melakukan kajian terhadap suatu pokok bahasan. Dalam kajian itu, disiplin ilmu yang utama tadi dibantu oleh disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya yang digunakan secara fungsional (berdasarkan kebutuhan yang timbul dari pokok bahasan yang dipelajari). Dalam membahas pokok persoalan itu nama disiplin ilmu yang digunakan sebagai bantuan tadi mungkin disebutkan tetapi mungkin juga tidak.

B. HAKEKAT ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Hakekat secara populer diartikan sebagai sifat dasar.dalam tulisan ini yang dimaksud dengan hakekat adalah sama dengan ‘nature’ dalam bahasa inggris berarti  “ the essential  carateristic and qualities of a person or a thing : the nature of problem (misalnya).” Dengan mengetahui hakekat sesuatu maka kita mendapat pengetahuan yang lebih mendasar dalam hal itu.Pengetahuan kita kan lebih mendasar kalau kita dapat mengetahui sekurang-kurangnya mengapa sesuatu itu diadakan dan dipelajari serta apakah arti dan tujuanya.Dengan demikian pembahasn tentang hakekat ilmu pengetahuan sosial atau study sosial kita akan meliputi rasional,definisi,dan tujuanya .
1.Rasional studi sosial
Setiap pengajar seyogyanya mengetahui dan menghayati sepenuhnya mengapa ia mengajar sesuatu mata pelajaran tertentu. Seorang pengajar harus menyampaikan pesan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam tujuan pengajaranya kepada subyek didiknya.Kalau hal ini terabaikan maka sang pengajar tidak lebih pada sekedar menjadi tukang mengajar yang dapat dilakukan oleh setiap orang dengan niat apapun. Untuk menghindari diri  dari pertukangan tesebut,maka sekali lagi mengajar seharusnya dilakukan secara berwawasan.
2.Pengertian studi sosial
Dari uraian tentang rasional studi sosial dapat diketahui bahwa sampai saat ini belum terdapat konsesus tentang apa itu studi sosial di amerika serikat de3mikian pula ditempat –tempat lain,apalagi antar negara.Dalam keadaan demikian,menurut Mehlinger (1981),mereka yang bertanggung  jawab mengembangkan progam-program studi sosial perlu memperhatikan pendapat dan pandangan dari berbagai paham,mempelajari berbagai elternatif serta memilih mana yang cocok untuk ,masyarakat dan lingkunganya.
3.Tujuan IPS
Secara resmi tujuan IPS pernah dikemukakan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan yaitu seperti yang tercantum dalam buku induk pembangunan (1972),menyatakan bahwa IPS adalah studi sosial untuk sekolah-sekolah di Indonesia yang bertujuan untuk ikut mencapai tujuan nasional, yaitu usaha untuk membimbing para warga negara Indonesia menjadi manusia yang menjadi pribadi,berkesadaran dan berketuhanan . Kesadaran bermasyarakat dan mampu membudayakan alam sekitar (umar dan abidi 1980)

C.KONSEP ILMU PENGETUAN SOSIAL
Konsep adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk mengelompokan sejumlah objek,perisriwa atau proses yang mempunyai ciri-ciri yang sama (mehlinger 1981).
Secara hakiki konsep mengandung 5 ciri :
1.Konsep bukan merupakan hal yang sudah tesedia dan siap pakai akan tetapi merupakan penemuan (invention )
2.Konsep diperoleh dari pengalaman ,hal ini tergantung dari banyaknya,jenisnya,dan frekuensi pengenalan terhadap fenomena yang menyangkut sesuatu konsep.jadi pengalaman seseorang diwaktu masih kanak-kanak tidak sama dengan pengalamnya disaat ia sudah dewasa 
3.Oleh karena konsep itu merupakan penemuan yang didasarkan pada pengalaman pribadi , maka konsep itu juga menjadi sangat pribadi.Konsep menjadi sangat bersifat perorangan atas dua dasar yaitu : 1.tidak ada pengalaman dari dua orang yang identik 2.pengamatan setiap orang berdasarkan kerangka acuanya sendiri yang berbeda dengan orang lain walaupun terhadap fenomena yang sama.
4.Sesuatu konsep merupakan bentuk sementara (tentative  version) ia akan semakin canggih kalau pengalaman orang dalam konsep tualisasi itu makin bertambah . jadi konsep itu berkembang dan berubah sejalan dengan bertambahnya pengalaman.
5.Berdasarkan perbedaan-perbedaan dalam pengalaman betul dan kerangka ajaran tersebut tidak ada konsep yang benar-benar.Dalam hal ini validitas konsep itu tidak tergantung pada benar atau tepat tidaknya suatu konsep melainkan kepada kemampuan konsep itu untuk menjelaskan dan mengorganisasikan contoh-contoh yang tidak terbatas jumlahnya itu dari fenomena yang diwakilinya.
Secara anatomis setiap konsep memgandung 3 unsur (menurut brunner)
1.contoh
2.atribut
3.nilai atribut
Berdasarkan pendapat Marsha Wei dan Bruce Joyce (1978) mengemukakan bahwa setiap konsep mengandung 6 aspek yaitu :
a.Nama konsep
b.Atribut utama 
c.Atribut lainya 
d.Contoh-contoh positif
e.Contoh-contohnegatif
f.Batasan
Berdasarkan unsur-unsur tersebut maka konsep itu ada yang bersifat abstrak dan ada yang bersifat konkrit.Konsep-konsep yang bersifst konkrit lebih mudah didefinisikan daripada konsep-konsep yang bersifat abstrak.
Konsep IPS dapat berasal dari salah satu disiplin ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi,ekonomi,politik,dan sebagainya.Disamping itu konsep dapat pula bersifat interdisipliner seperti sebelas konsep yang dipakai dalam kurikulum study sosial taba,yaitu:  kausalitas,konflik,kerjasama,perubahan. kebudayaan,perbedaan,ketergantungan,modifikasi,kekuasaan,pengendalian sosial,tradisi,dan nilai(bank,1985). Hida Taba dalam hubungan ini menawarkan sejumlah kriteria pemilihan konsep sebagai berikut:
1. Validitas : sejauh mana konsep-konsep itu cukup mewakili disiplin ilmunya 
2. signifikansi :dapatkah konsep-konsep itu menjelaskan hal-hal yang penting didunia yang dewasa ini
3. Kesesuaian : cocokah dengan kebutuhan , minat, dan tingkat kematangan mahasiswa.
4. Langgen tetap : penting untuk waktu yang cukup lama 
5. Keseimbangan : memungkinkan untuk dikembangkan sexcara berimbang antara ruang lingkup dan kedalamanya.
Selanjutnya Taba menganjurkan agar pengajar ilmu sosial itu mengambil konsep dari sebanyak mungkin disiplin ilmu sepanjang hal itu praktis dan sesuai dengan kebutuhan.

Struktur dan Tindakan Sosial Weber


Struktur sosial dalam perspektif Weber didefinisikan dalam istilah-istilah yang bersifat probabilistik dan bukan sebagai suatu kenyataan empirik yang ada terlepas dari individu-individu. Misalnya suatu keteraturan sosial yang absah didasarkan pada kemungkinan  bahwa seperangkat hubungan sosial akan diarahkan ke suatu kepercayaan akan validitas keteraturan itu. Dalam semua hal ini, realitas akhir yang akan menjadi dasar satuan-satuan sosial yang lebih besar ini adalah tindakan-tindakan sosial individu dengan arti-arti subyektifnya. Karena orientasi individunya mencakup kesadaran (tepat atau tidak) akan tindakan yang mungkin dan reaksi-reaksi yang mungkin dari orang lain, maka probabilita-probabilita ini mempunyai pengaruh yang benar-benar terhadap tindakan sosial, baik sebagai sesuatu yang bersifat memaksa maupun sebagai satu alat untuk mempermudah satu jenis tindakan daripada yang lainnya.

1. Stratifikasi: Ekonomi, Budaya dan Politik
Pengaturan orang-orang secara hierarkis dalam suatu sistem stratifikasi sosial merupakan satu segi yang sangat mendasar dalam pandangan Weber mengenai struktur sosial. Ia mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas. Baginya, kelas sosial terdiri dari semua mereka yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Kelas-kelas sosial berlandaskan pada dasar stratifikasi yang bersifat impersonal dan obyektif. Para anggota dalam kelas yang sama mungkin menjadi sadar akan kepentingan mereka bersama dalam bidang ekonomi, dan terlibat dalam tindakan ekonomi atau politik yang terorganisasi untuk memperjuangkannya.
Orang juga digolongkan dalam lapisan-lapisan berdasarkan kehormatan atau prestise, seperti yang dinyatakan dalam gaya hidup bersama. Hasilnya adalah pengaturan orang dalam kelompok-kelompok status. Weber mengemukakan bahwa stratifikasi menurut status secara analitis berbeda dari stratifikasi menurut ekonomi. Meskipun posisi kelas ekonomi dan kedudukan status saling berhubungan erat. Kelompok-kelompok status berlandaskan pada ikatan subyektif antara anggotanya, yang terikat menjadi satu karena gaya hidup yang sama, nilai serta kebiasaan yang sama, dan sering pula oleh perkawinan di dalam kelompok itu sendiri, serta oleh perasaan-perasaan akan jarak sosial dari kelompok-kelompok status lainnya. Mereka saloing mengenal dan berjuang untuk mempertahankan perasaan superioritas terhadap mereka yang tidak termasuk dalam lingkaran sosialnya. Hal ini berlaku juga untuk mereka yang berada pada lapisan prestise yang rendah. Mereka merasa terikat karena adanya perasaan bersama bahwa mereka dikucilkan dan dianggap rendah, dan karena adanya keharusan melaksanakan peran yang memperlihatkan kepatuhan kepada atasannya. Dengan kata lain, mereka “mengetahui tempatnya” meskipun mereka mungkin berusaha mengubahnya.
Selain posisi ekonomis dan kehormatan kelompok status, dasar yang lain untuk stratifikasi sosial adalah kekuasaan politik. Dimensi ini juga bisa tumpang tindih dengan salah satu atau keduanya dalam banyak situasi, namun secara analitis berbeda dan bisa berdiri sendiri. Bagi Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak seseorang meskipun mendapat tantangan dari orang lain. Partai politik merupakan tipe organisasi dimana perjuangan untuk memperoleh atau menggunakan kekuasaan dinyatakan paling jelas di tingkat organisasi rasional (societal). Struktur kekuasaan tidak harus setar dengan struktur otoritas. Otoritas adalah kemungkinan dimana seseorang akan ditaati atas dasar suatu kepercayaan akan legitimasi haknya untuk mempengaruhi. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan seseorang, khususnya dalam mempengaruhi perilaku mereka. Mereka yang berusaha untuk menggunakan kekuasaan secara terus-menerus biasanya berusaha untuk menanamkan suatu kepercayaan akan haknya untuk berbuat demikian; artinya mereka berusaha untuk menegakkan legitimasi kekuasaan mereka.
Analisa-analisa masa kini mengenai stratifikasi sosial sangat bertalian dengan analisa Weber. Perbedaan antara status sebagai satu dimensi stratifikasi dan posisi ekonomi sudah menjadi patokan standar dalam teori stratifikasi dan penelitian masa kini.

2. Tipe Otoritas dan Bentuk Organisasi Sosial
Tindakan-tindakan sosial individu membentuk bangunan dasar untuk struktur-struktur sosial yang lebih besar. Dalam The Theory of Social and Economic Organization, Weber meletakkan dasar ini dengan mengembangkan serangkaian distingsi-distingsi tipologis yang bergerak dari tingkatan hubungan sosial ke tingkatan keteraturan ekonomi dan sosial politik. Ada empat dasar legitimasi yang mencerminkan tipologi tindakan sosial yaitu: tradisi, sikap-sikap efektual terutama emosi, kepercayaan rasional akan suatu komitmen absolut yang terakhir, dan dibentuk dalam suatu cara yang diakui sebagai yang sah. Weber mengidentifikasi tiga dasar legitimasi yang utama dalam hubungan otoritas yang dibuat berdasarkan tipologi tindakan sosial, yaitu:
a. Otoritas Tradisional
Tipe ini berlandaskan pada suatu kepercayaan yang mapan terhadapkekudusan tradisi-tradisi zaman dulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimilikinya. Weber membedakan tiga otoritas tradisional:
i. Gerontokrasi: pengawasannya berada pada tangan orang-orang tua dala suatu kelompok, tidak ada staf administrasi, dan bawahannya merupakan anggota kelompok itu.
ii. Patriarkalisme: pengawasannya berada dalam tangan suatu satuan kekerabatan (rumah tangga) yang dipegang oleh seorang individu tertentu yang memiliki otoritas warisan, tidak ada staf administrasi, dan bawahannya merupakan anggota kelompok itu.
iii. Patrimonialisme: terdapat suatu staf administrasi yang terdiri dariorang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengan pemimpinnya.
b. Otoritas Karismatik
Didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki pemimpin itu sebagai seorang pribadi. Istilah “karisma” digunakan dalam pengertian yang laus untuk menunjuk pada daya tarik pribasi yang ada pada orang sebagai pemimpin. Tidak seperti otoritas tradisional yang legal-rasional, otoritas karismatik tidak diorientasikan kepada hal-hal rutin yang stabil dan langgeng. Kalau otoritas tradisional diorientasikan untuk mempertahankan status quo, justru otoritas karismatik menentangnya. Pemimpin karismatik mengemukakan pesannya dengan rumusan tegas.
Gerakan sosial yang dibimbing secara karismatik bersifat tidak stabil dan sangat mudah berubah-ubah, dan biasanya muncul diluar kerangka kehidupan sehari-hari yang biasa, dan dalam semangatnya bertentangan denagn apa yang rutin dalam kehidupan yang biasa itu. Banyak gerakan karismatik gagal bertahan setela pemimpinnya meninggal. Krisis sosial ini membantu mempercepat gerakan itu secara bertahap berlalu atau pemimpin karismatik itu kehilangan karismanya. Hal praktis lainnya yang pelan-pelan menuju ke rutinisasi karisma meliputi kebutuhan untuk membereskan konflik, kebutuhan akan sumber dukungan ekonomi yang dapat dipepcayai dan kebutuhan untuk mengembangkan suatu dasar untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan penerimaan dan sosialisasi anggota-anggota baru.
c. Otoritas Legal-Rasional
Didasarkan pada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secra resmi dan diatus secara impersonal disebut Weber dengan istilah otoritas legal-rasional.

3. Bentuk Organisasi Birokratis
Analisa Weber yang sangat terkenal mengenai organisasi birokratis berbeda dengan sikap yang umumnya terdapat di masa kini yang memusatkan perhatiannya pada birokrasi yang tidak efisien, boros, dan nampaknya tidak rasional lagi. Sebaliknya, Weber melihat birokrasi modern sebagai satu bentuk organisasi sosial yang paling efisien, sistematis dan dapat diramalkan. Sebagian besar analisa Weber mengenai birokrasi mencakup karakteristik-karakteristik yang istimewa, yang dilihatnya sebagai tipe ideal. Tipe ideal disini meliputi seleksi atas ciri-ciri suatu gejala empirik yang kelihatannya berhubungan secara logis dan berarti, meskipun kerangka atau ciri-ciri ini secara empirik tidak pernah ada dalam bentuknya yang murni. Administrasi birokratis pada dasarnya terdiri dari penerapan peraturan-peraturan umum terus menerus secara rutin terhadap hal-hal khusus oleh para pegawai yang bekerja menurut kemampuan dan wewenang resminya.
Satu alasan mengapa bentuk organisasi birokratis itu memiliki efisiensi adalah karena organisasi itu memiliki cara yang secara sistematis menghubungkan kepentingan individu dan tenaga pendorong dengan pelaksanaan fungsia-fungsi organisasi. Alasan lainnya adalah karena adanya pemisahan yang tegas dan sistematis antara apa yang bersifat pribasi dan apa yang birokratis. Dikeluarkannya elemen pribadi dari birokrasi ini berarti bahwa orang-orang dapat menjamin hubungan sebagai orang yang menduduki posisi organisasi, meskipun dalam tingkatan pribasi mereka tidak mengenal satu sama lain. Dikeluarkannya elemen pribadi ini juga berarti bahwa keputusan-keputusan serta tindakan pegawai birokrasi harus diatur menurut tujuan-tujuan atau kebutuhan-kebutuhan organisasi itu saja.  Da;am mengembangkan dan meningkatkan bentuk organisasi birokratis, ornga membangun bagi dirinnya suatu “kandang besi”dimana pada suatu saat mereka sadar dan mereka tidak bisa keluar lagi dari situ.

4. Tipe-tipe Otoritas Campuran
Karena ketiga pola hubungan otoritas yang berbeda itu adalah tipe-tipe ideal, kita tidak boleh mengharapkan salah satu diantaranya nampak dalm bentuknya yang murni secara empirik. Sebaliknya, dalam banyak hal, hubungan otoritas dalam kehidupan yang riil cenderung mencerminkan tingkat-tingkat yang berbeda-beda dari ketiga tipe itu. Misalnya saja otoritas karismatik bercampur dengan otoritas legal-rasional.

Selain pengaruh karismatik, organisasi birokratis banyak menggunakan dukungan yang terdapat dalam tradisi. Dari tingkat yang paling atas hingga yang paling bawah, keputusan dibuat dan usaha untuk mempengaruhi itu dibenarkan berdasarkan hal-hal yang sudah terjadi. Dalam melihat saling ketergantungan antara ketiga pola otoritas ini, penggunaan konsep-konsep ini dalam analisa data empirik harus meliputi usaha menentukan pola yang dominan dan juga cara dimana ketiga tipe ini saling berhubungan dan tingkat dimana ketiganya saling mendukung atau saling merusakkan. Tekanan Weber sendiri dalam menggunakan konsep-konsep tipe ideal ini adalah untuk menunjukkan betapa otoritas legal-rasional itu berkembang dalam masyarakat modern, masyarakat industri kota dengan mengorbankan otoritas tradisional.

Simbiosis di Kawasan Obyek Wisata Kawah Sikidang


Indonesia merupakan salah satu negara yang dilewati oleh dua lempeng vulkanik dunia. Tak heran bila di Indonesia terdapat banyak sekali gunung-gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah pasif. Gunung berapi yang masih aktif misalnya saja Gunung Merapi, Gunung Krakatau, dan sebagainya. sedangkan gunung berapi yang sudah pasif misalnya Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan lainnya. Namun tidak memungkiri juga kalau gunung berapi yang sudah pasif bisa aktif kembali. Aktifnya sebuah gunung dapat terlihat dari beberapa gejala alam yang terjadi di gunung tersebut. Salah satunya yaitu terbentuknya kawah. Kawah yaitu bagian gunung berapi yang dilewati bahan letusan berbentuk lekukan besar. Contoh kawah di Indonesia yaitu Kawah Putih, Kawah Ijen, Kawah Candradimuka, dan sebagainya. salah satunya yaitu Kawah Sikidang.

Kawah Sikidang merupakan salah satu kawah aktif yang terletak di Dataran Tinggi Dieng. Padahal gunung yang ada di Dataran Tinggi Dieng termasuk gunung yang sudah pasif. Lokasi Kawah Sikidang ini berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Walaupun letaknya berada di Kabupaten Banjarnegara, namun akses ke kawah ini kebanyakan melewati Kabupaten Wonosobo. Letak dari kawah ini sendiri tidak jauh dari Kompleks Candi Arjuna, Telaga Warna, dan tempat wisata lain yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Kawah ini diberi nama Sikidang karena diambil dari kata kidang atau yang berarti kijang. Konon katanya, Kawah Sikidang ini dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang tidak jauh dari tempat asalnya. Masyarakat sekitar menyebutnya kawah itu bergerak melompat seperti kidang, maka diberi nama Kawah Sikidang. Di sekitar kawah ini terhampar dataran yang tandus yang terbentuk karena tumpukan belerang. Dari kawahnya yang aktif pun mengepulkan asap putih pekat yang berbau khas belerang seperti kentut. Semakin kita mendekat ke kawah maka semakin kuat dan menusuk bau belerang itu. Dataran tinggi dengan suhu yang dingin ditambah panasnya udara di sekitar kawah membuat hawa menjadi lembab dan membasahi tanah belerang di sekitar kawah. Akibatnya pengunjung harus berhati-hati dalam melangkah agar tidak terpeleset, karena tanah belerang yang basah itu membuat jalan menjadi licin. Di sekitar objek wisata ini juga dipasang papan peringatan agar pengunjung tidak menyalakan api dan membuang puntung rokok sembarangan. Di sekitar Kawah Sikidang juga terdapat beberapa anakan kawah yang berukuran lebih kecil. Suhu kawah anakan juga relatif lebih rendah daripada kawah utama. Keunikan di obyek wisata Kawah Sikidang ini yaitu para pengunjung bisa merebus telur di kawah anakan, dengan cara merendam telur ayam ke dalam kawah anakan tersebut. Selain itu uap belerang yang dihasilkan dari kawah tersebut juga dipercaya dapat menghaluskan kulit dan mengobati penyakit kulit.

Adanya obyek wisata Kawah Sikidang sendiri tentunya mengakibatkan suatu hubungan timbal balik yang baik dan saling menguntungkan antar pihak. Hubungan ini dapat terjalin antara pemerintah daerah, pihak pengelola dan masyarakat. Untuk pemerintah daerah sendiri, obyek wisata Kawah Sikidang dapat meningkatkan pendapatan daerah (APBD), mengingat pengunjung yang datang tidak hanya wisatawan domestik saja namun juga wisatawan mancanegara. Selain itu Kawah Sikidang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi KabupatenWonosobo, agar banyak yang mengunjungi daerah ini. Karena selain Kawah Sikidang dan tempat wisata di Dataran Tinggi Dieng lainnya, masih banyak juga wisata alam yang ada di Wonosobo terutama wisata alam dan budaya yang masih benar-benar alami. Bagi pihak pengelola, obyek wisata Kawah Sikidang menjadi sumber pendapatan tersendiri bagi para pengelolanya. Dan bagi masyarakat sekitar, Kawah Sikidang dapat memberikan penghasilan tambahan. Karena dapat dilihat di dalam kompleks Kawah Sikidang tersebut banyak kios-kios yang menjual souvenir seperti syal, penutup kepala, bunga kering khas Dieng, telur, makanan khas Wonosobo (kacang babi, carica, dsb) dan yang lainnya.

Kawah Sikidang menjadi salah satu tempat wisata tentu membawa dampak atau pengaruh tersendiri. Dampak yang ditimbulkan biasanya berupa dampak positif dan dampak negatif. Pastilah dengan adanya obyek wisata ini memberi dampak positif, yaitu dapat menambah penghasilan pemerintah dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar. Selain itu sosialisasi masyarakat juga akan bertambah luas mengingat wisatawan tidak hanya dari daerah saja, namun dari luar kota bahkan luar negeri. Pengunjung pun dapat memanjakan dirinya dengan menikmati suasana pegunungan yang alami dan segar yang disuguhkan oleh obyek wisata ini. Sejauh ini untuk dampak negatif di bidang sosial yang ada di obyek wisata Kawah Sikidang belum ditemukan, karena tempat dari Kawah Sikidang ini memang benar-benar masih alami dan lebih seperti tanah lapang tanpa ada sekat. Sehingga segala aktivitas pengunjung dapat dengan mudah dipantau oleh pihak pengelola obyek wisata tersebut. Namun dampak negatif itu dapat terjadi bila para pengunjung mengabaikan peringatan yang tercantum di papan peringatan dan juga harus berhati-hati dalam berjalan karena tanahnya yang licin dan labil. Karena pernah ada kejadian wisatawan yang kakinya terperosok ke dalam kawah utama karena dia ingin mengabadikan gambar kawah dari jarak yang terlalu dekat. Akibatnya kaki wisatawan tersebut meleleh dan saat diangkat hanya tinggal tulang. Selain itu dampak negatif yang ditimbulkan yaitu bau belerang yang seperti kentut itu keluar dari kawah sehingga seakan-akan membuat para wisatawan tidak betah. Namun itulah alam, tidak dapat diubah karena memang sudah kodratnya.

Begitulah hubungan yang terjadi antara obyek wisata Kawah Sikidang dengan kehidupan masyarakat sekitar. Mereka saling memberikan keuntungan satu sama lain tanpa ada pihak yang dirugikan. Alam lah yang menjadi sarana bagi kedua belah pihak untuk saling membangun kerjasama dan mendatangkan manfaat. Walaupun udara pegunungan yang dingin membuat sebagian masyarakatnya malas namun kehangatan yang diberikan oleh Kawah Sikidang seakan memberi energi tersendiri untuk tetap berjuang membangun hubungan yang menguntungkan itu.

Pengaruh Globalisasi terhadap Multikulturalisme di Indonesia


Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari pikiran yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi patokan bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Sebagai suatu proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antarbangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dilihat dari dimensi ruang akan semakin dipersempit dan dari dimensi waktu semakin dipersingkat dalam berinteraksi dan berkomunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh besar bagi kehidupan suatu negara termasuk negara kita Indonesia. Pengaruh tersebut dibagi menjadi dua yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.

Pengaruh positif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia.
1. Dilihat dari aspek globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis, karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara. Jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa jati diri terhadap negara menjadi meningkat dan kepercayaan masyarakat akan mendukung yang dilakukan oleh pemerintahan.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja yang banyak dan meningkatkan devisa suatu negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang dapat menunjang kehidupan nasional dan akan mengurangi kehidupan miskin.
3. Dari aspek globalisasi sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin serta Iptek dari negara lain yang sudah maju untuk meningkatkan kedisplinan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa serta akan mempertebal jati diri kita terhadap bangsa. Serta kita juga dapat bertukar ilmu pengetahuan tentang budaya suatu bangsa.

Pengaruh negatif globalisasi terhadap masyarakat Indonesia.
1. Aspek politik, globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tersebut terjadi akibatnya jati diri bangsa akan luntur dan tidak mungkin lagi bangsa kita akan terpecah belah.
2. Aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (mainan, minuman, makanan, pakaian, dll) membanjiri Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya jati diri bangsa kita. Maka hal ini akan menghilangkan beberapa perusahaan kecil yang memang khusus memproduksi produk dalam negeri.
3. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia dimana dilihat dari sopan santun mereka yang mulai berani kepada orang tua, hidup metal, hidup bebas, dll. Justru anak muda sekarang sangat mengagungkan gaya barat yang sudah masuk ke bangsa kita dan semakin banyak yang cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. Serta menambah angka pengangguran dan tingkat kemiskinan suatu bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa. Padahal jati diri bangsa kita dahulu mengutamakan Gotong Royong, tapi kita sering lihat sekarang contohnya saja di perumahan/komplek elit, mereka belum tentu mengenal sesamanya.

Dampak di atas akan perlahan-lahan mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia, Akan tetapi secara keseluruhan aspek dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau luntur. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat Indonesia secara global. Apa yang ada di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Bila dilaksanakan belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dilaksanakan akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Pengaruh Globalisasi Terhadap jati diri di Kalangan Generasi Muda
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda sekarang. Mulai dari cara berpakaian, banyak remaja-remaja yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Padahal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Selain itu gaya rambut yang dicat beraneka warna. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu akan memperoleh manfaat yang berguna. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno, bahkan sampai terkena penipuan. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone, apalagi sekarang ini mulai muncul handphone yang berteknologi canggih. Mereka justru berlomba-lomba untuk memilikinya, tapi kita lihat alat musik kebudayaan kita belum tentu mereka mengetahuinya. Hal ini jika kita lihat dari segi sosial, maka kepedulian terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih kesibukan dengan menggunakan handphone tersebut.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya kurang sopan santun dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkhis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai jati diri akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa.

Globalisasi


Konsep globalisasi dapat diartikan sebagai pengglobalan atau penyatuan seluruh aspek kehidupan di dunia ini. Penyatuan ini dilakukan melalui upaya penyeragaman yang mendunia meliputi seluruh negara yang ada. Ketika suatu istilah baru menjadi populer, hal ini seringkali meliputi suatu perubahan penting sebagai bagian dari dunia ini. Ide baru ini dibutuhkan untuk menggambarkan kondisi baru. Sebagai contoh, ketika seorang filsof, Jeremy Bentham mengistilahkan “internasional” pada tahun 1780, dianggap sebagai suatu pencerahan, dari apa yang merupakan pendalaman dari kenyataan hidup keseharian, yaitu berkembangnya negara/bangsa dan transaksi yang terjadi melintasi batas diantara masyarakat di dunia.
Pada tahun 1980, terjadi perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini dilihat dari perbincangan mengenai globalisasi telah tersebar luas. Istilah ini kemudian secara cepat menjadi standar kata-kata di berbagai bidang, baik di lingkungan akademis, jurnalis, politisi, bankir, periklanan, ekonomi, dan hiburan. Lambat-laun, globalisasi menjadi suatu proses hubungan sosial secara relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya batasan-batasan secara nyata, sehingga ruang lingkup kehidupan manusia semakin bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas di dalam dunia sebagai satu kesatuan tunggal. Globalisasi mengharuskan pergerakan barang dan jasa antar-negara di seluruh dunia bergerak bebas dalam perdagangan, tanpa halangan apapun.
Bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan,
nilai budaya, dan lain-lain. Jargon globalisasi muncul dari neoliberalisme yang
memiliki agenda restrukturisasi perekonomian dunia.
Adapun problematika yang menjadi tantangan global terhadap
eksistensi jati diri bangsa adalah sebagai berikut:
1. Pluralitas masyarakat Indonesia tidak hanya berkaitan dengan budaya, tetapi juga dimensi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat sehingga proses globalisasi informasi membawa dampak yang sangat kompleks.
2. Salah satu dampak globalisasi informasi bagi bangsa Indonesia yaitu dimulai dari timbulnya krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi. Dalam waktu yang relatif singkat Indonesia mengalami empat kali pergantian pemerintahan. Tidak hanya itu, di era reformasi muncul berbagai macam kerusakan dan pemberontakan yang disertai isu anarkis, SARA, dan separatisme.
3. Kemajuan teknologi informasi telah menjadikan jarak spasial semakin menyempit dan jarak waktu semakin memendek. Akibatnya, bagi bangsa Indonesia yang berorientasi pada negara-negara maju, dalam waktu relatif singkat dapat beradaptasi terutama di bidang teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya.

Akhirnya, tidak menutup kemungkinan timbul kehidupan sosial budaya dalam kondisi persaingan yang sangat tajam, rasa solidaritas semakin menipis, manusia seolah tidak begitu peduli lagi dengan kehidupan orang lain.
Bangsa Indonesia yang dulu dipandang sebagai masyarakat yang kuat solidaritasnya, sekarang menjadi masyarakat yang mementingkan diri sendiri, egoisme semakin menonjol, yang mewarnai kehidupan masyarakat.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
1. Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
2. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
3. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
4. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
5. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.

Adapun dampak globalisasi antara lain:
1. Dampak positif
• Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
• Mudah melakukan komunikasi
• Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
• Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
• Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
• Mudah memenuhi kebutuhan

2. Dampak negatif
• Informasi yang tidak tersaring
• Perilaku konsumtif
• Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
• Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
• Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau barat.